detik news

detiknews.co

Beras Dengan Skin Care Dan Rokok Beda, BaraNusa : Pernyataan Dedi Mulyadi Sangat Bodoh

foto : Adi Kurniawan, Istimewa

JAKARTA – Ketua Umum Barisan Relawan Nusantara (BaraNusa), Adi Kurniawan menilai pernyataan Mantan Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi terkait mahalnya harga beras saat ini adalah pernyataan bodoh dan tidak memiliki rasa empati.

Adi mengatakan pernyataan tersebut tidak bisa dianggap sebagai pernyataan biasa lantaran beras merupakan kebutuhan pokok yang sensitif berbeda dengan skin care dan rokok.

“Pernyataan tersebut sangat menyinggung hati dan perasaan masyarakat saat ini karena beras merupakan kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi. Tidak bisa disamakan dengan skin care apalagi rokok,” ujar Adi lewat keterangan tertulis, Rabu (28/02/24).

Menurutnya, pernyataan Dedi tersebut sangat provokatif dan dapat mengundang perpecahan di tengah kesulitan rakyat dalam mendapatkan beras. Apalagi saat ini tensi politik nasional kita sedang memanas.

Sebab itu, Adi meminta Dedi meralat pernyataannya tersebut dan segera meminta maaf kepada masyarakat sekarang juga.

“Dedi seolah seperti sedang mengadu domba rakyat yang saat ini sedang kesulitan mendapatkan beras. Kami meminta dia meralat ucapannya dan segera meminta maaf sekarang juga,” tegasnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra Dedi Mulyadi menyindir reaksi masyarakat yang banyak mengeluh terkait kenaikan harga beras di sejumlah wilayah Indonesia dalam beberapa pekan terakhir.

“Kalau harga beras naik ribut, dunia serasa mau kiamat,” kata Dedi dilihat dari video yang diunggah melalui kanal YouTube, Kang Dedi Mulyadi Channel, Selasa (27/03/24).

Dedi lantas membandingkan reaksi diam warga ketika harga sejumlah barang seperti skincare hingga rokok naik.
“Tapi harga skincare naik yang tidak ada kaitannya dengan kehidupan diam saja. Harga handphone naik diam saja, harga rokok naik diam saja, harga baju naik diam saja, harga mobil, harga motor naik diam saja. Enggak ribut,” imbuhnya.
Mantan Bupati Purwakarta itu juga menyindir tingkah anomali sejumlah pihak. Misalnya, mereka protes apabila harga beras naik, namun di sisi lain membangun rumah hingga pabrik dengan menggusur tanah persawahan.
“Kalau beras akan langka, kamu punya apapun di rumah, tidak ada beras, kamu menderita,” ujarnya.